Minggu, 05 Mei 2013
Jumat, 03 Mei 2013
CARA PERAWATAN TALI PUSAT
Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir
Tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.
Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu. Umumnya orangtua baru agak takut-takut menangani bayi baru lahirnya, karena keberadaan si umbilical stump ini. Meski penampakannya sedikit ’mengkhawatirkan’, tetapi kenyataannya bayi Anda tidak merasa sakit atau terganggu karenanya.
Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana. Yang penting, pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering. Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama ini, standar perawatan tali pusat yang diajarkan oleh tenaga medis kepada orang tua baru adalah membersihkan atau membasuh pangkal tali pusat dengan alkohol. Rekomendasi terbaru dari WHO adalah cukup membersihkan pangkal tali pusat dengan menggunakan air dan sabun, lalu dikering anginkan hingga benar-benar kering. Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
Meski demikian, praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbangannya, tali pusat yang dirawat tanpa menggunakan alkohol terkadang mengeluarkan aroma (tetap tidak menyengat). Hal inilah yang membuat orangtua merasa khawatir. Bila orangtua ragu untuk menentukan cara mana yang akan diterapkan, lebih baik diskusikan dengan dokter.
Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap kering. Jangan khawatir, bayi Anda tetap wangi meskipun hanya dilap saja selama seminggu. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan menarik) tali pusat. Tenang saja, bayi Anda tidak akan merasa sakit. Sisa air atau alkohol yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan menggunakan kain kasa steril atau kapas. Setelah itu kering anginkan tali pusat. Anda dapat mengipas dengan tangan atau meniup-niupnya untuk mempercepat pengeringan. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup (mungkin Anda ’ngeri’ melihat penampakannya), tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa. Bila bayi Anda menggunakan popok sekali pakai, pilihlah yang memang khusus untuk bayi baru lahir (yang ada lekukan di bagian depan). Dan jangan kenakan celana atau jump-suit pada bayi Anda. Sampai tali pusatnya puput, kenakan saja popok dan baju atasan. Bila bayi Anda menggunakan popok kain, jangan masukkan baju atasannya ke dalam popok. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat mengering dan lepas.
Biarkan tali pusat lepas dengan sendirinya. Jangan memegang-megang atau bahkan menariknya meskipun Anda gemas melihat bagian tali pusat yang ’menggantung’ di perut bayi hanya tinggal selembar benang. Orangtua dapat menghubungi dokter bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu, atau bila terlihat adanya tanda-tanda infeksi, seperti; pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, dan/atau bayi demam tanpa sebab yang jelas. Setelah tali pusat, terkadang pusar bayi terlihat menonjol (bodong). Dalam budaya kita ada anjuran untuk menempelkan uang logam (binggel) di atas pusar bayi setelah tali pusatnya puput. Tujuannya agar pusar anak tidak menonjol (bodong). Padahal tanpa diberi pemberat pun (uang logam), lama-lama tonjolan terebut akan menghilang. Dan sesungguhnya, pusar bodong atau tidak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (EG)
Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu. Umumnya orangtua baru agak takut-takut menangani bayi baru lahirnya, karena keberadaan si umbilical stump ini. Meski penampakannya sedikit ’mengkhawatirkan’, tetapi kenyataannya bayi Anda tidak merasa sakit atau terganggu karenanya.
Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana. Yang penting, pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering. Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama ini, standar perawatan tali pusat yang diajarkan oleh tenaga medis kepada orang tua baru adalah membersihkan atau membasuh pangkal tali pusat dengan alkohol. Rekomendasi terbaru dari WHO adalah cukup membersihkan pangkal tali pusat dengan menggunakan air dan sabun, lalu dikering anginkan hingga benar-benar kering. Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
Meski demikian, praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbangannya, tali pusat yang dirawat tanpa menggunakan alkohol terkadang mengeluarkan aroma (tetap tidak menyengat). Hal inilah yang membuat orangtua merasa khawatir. Bila orangtua ragu untuk menentukan cara mana yang akan diterapkan, lebih baik diskusikan dengan dokter.
Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap kering. Jangan khawatir, bayi Anda tetap wangi meskipun hanya dilap saja selama seminggu. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan menarik) tali pusat. Tenang saja, bayi Anda tidak akan merasa sakit. Sisa air atau alkohol yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan menggunakan kain kasa steril atau kapas. Setelah itu kering anginkan tali pusat. Anda dapat mengipas dengan tangan atau meniup-niupnya untuk mempercepat pengeringan. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup (mungkin Anda ’ngeri’ melihat penampakannya), tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa. Bila bayi Anda menggunakan popok sekali pakai, pilihlah yang memang khusus untuk bayi baru lahir (yang ada lekukan di bagian depan). Dan jangan kenakan celana atau jump-suit pada bayi Anda. Sampai tali pusatnya puput, kenakan saja popok dan baju atasan. Bila bayi Anda menggunakan popok kain, jangan masukkan baju atasannya ke dalam popok. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat mengering dan lepas.
Biarkan tali pusat lepas dengan sendirinya. Jangan memegang-megang atau bahkan menariknya meskipun Anda gemas melihat bagian tali pusat yang ’menggantung’ di perut bayi hanya tinggal selembar benang. Orangtua dapat menghubungi dokter bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu, atau bila terlihat adanya tanda-tanda infeksi, seperti; pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, dan/atau bayi demam tanpa sebab yang jelas. Setelah tali pusat, terkadang pusar bayi terlihat menonjol (bodong). Dalam budaya kita ada anjuran untuk menempelkan uang logam (binggel) di atas pusar bayi setelah tali pusatnya puput. Tujuannya agar pusar anak tidak menonjol (bodong). Padahal tanpa diberi pemberat pun (uang logam), lama-lama tonjolan terebut akan menghilang. Dan sesungguhnya, pusar bodong atau tidak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (EG)
CARA MEMANDIKAN BAYI
Cara Memandikan Bayi:
Bagaimana tidak, si makhluk mungil yang tak berdaya itu kan sangat lemah, jadi Anda harus ekstra hati-hati. Nah, untuk itulah kali ini Anda bisa menyimak, perlengkapan apa saja yang harus Anda persiapkan sebelum proses memandikan bayi dimulai…
Perlengkapan Mandi Bayi yang Harus Anda Siapkan
1. Bantal dan Handuk
Jika Anda hanya ingin melap bayi Anda, maka penggunaan bantal dan handuk akan sangat membantu proses ini, apalagi tangan Anda kan harus terus-menerus memegang si kecil. Letakkan bantal yang dibungkus dengan handuk dan baringkan bayi Anda di atasnya. Jangan lupa, kegiatan ini sebaiknya Anda lakukan dalam ruangan yang tertutup, agar bayi Anda tidak kedinginan.
2. Bak mandi bayi
Sebelum Anda membawa bayi Anda untuk dimandikan, pastikan bak mandi bayi sudah tersedia dan siap pakai. Anda dapat melapis dasarnya dengan handuk atau spons, agar bayi Anda merasa lebih nyaman dan juga aman. Penggunaan bak mandi ini biasanya untuk bayi yang sudah agak besar.
3. Kain waslap
Anda juga akan memerlukan kain waslap atau spons mandi untuk bayi. Mulailah membuka pakaiannya satu per satu agar ia tidak kedinginan. Basuh tubuhnya mulai dari bagian leher ke bawah.
4. Bola kapas
Bola kapas sangat membantu untuk membersihkan bagian sekitar mata bayi. Mulailah membersihkannya mulai dari bagian dalam matanya ke arah bagian luar. Gunakan bola kapas yang berbeda untuk setiap mata.
5. Handuk bertopi
Handuk bertopi sangatlah baik untuk mengeringkan bayi Anda setelah mandi. Ingatlah, jangan menggosok-gosokkan handuk tersebut ke badannya, karena nanti kulitnya bisa lecet. Cukup ditepuk-tepuk hingga kering.
6. Popok bersih
Sebelum Anda memakaikan baju kepadanya, sediakan dulu popok bersih untuknya.
7. Alkohol
Jika tali pusar bayi Anda masih menempel, maka Anda bisa menggunakan alkohol untuk menjaga kebersihannya. Namun begitu, sebaiknya tanyakan dulu pada dokter Anda apakah memang penggunaan alkohol tersebut dibolehkan untuk bayi Anda.
8. Produk kulit bayi
Banyak kontoversi seputar penggunaan lotion dan bedak untuk bayi. Yang jelas, hindari penggunaan produk yang menggunakan parfum, serta hindari pemakaian bedak bubuk, karena bisa menimbulkan gangguan pernafasan pada bayi Anda.
9. Sabun bayi
Pemakaian sabun, sebenarnya bisa menganggu stabilitas pH tubuh bayi Anda. Padahal, pH tubuhnya tersebut bisa membantu melindunginya dari berbagai kuman. Nah, apapun sabun bayi yang Anda pilih, usahakan untuk memilih produk yang bebas parfum dan hypoallergenic. Pemakaian sabun pun tidak perlu setiap hari… cukup 1 kali setiap minggu atau bahkan setiap 2 minggu, hingga bayi Anda tumbuh lebih besar dan berinteraksi dengan lebih banyak kotoran.
10. Shampoo bayi
Pilihlah yang tidak perih buat matanya. Gunakan shampoo 1 atau 2 kali setiap minggu. Caranya, jatuhkan 2 atau 3 tetes shampoo pada kepala bayi Anda, lalu gosoklah kulit kepalanya secara perlahan-lahan.
11. Gunting kuku
Setelah ia mandi, kukunya menjadi sangat lunak. Makanya ini merupakan waktu yang baik untuk merapihkan kukunya.
12. Sikat halus
Untuk membersihkan kerak atau kotoran yang melekat di kulit kepala bayi Anda, gunakanlah sikat yang sangat halus. Anda bisa melakukannya setiap hari, setelah mandi.
Selasa, 30 April 2013
Senin, 29 April 2013
PERSALINAN GEMELI
Kehamilan Kembar (Gemeli) pada Penyulit Persalinan
Kehamilan kembar terjadi
bila 2 atau lebih ovum mengalami pembuahan ( dizygotic)
atau bila satu ovum yang sudah dibuahi mengalami pembelahan terlalu dini
sehingga membentuk 2 embrio yang identik (monozygotic).
Kembar monozygotik terjadi pada 2.3 – 4 per 1000 kehamilan pada semua jenis suku bangsa, 30% dari semua jenis kehamilan kembar.
Kembar dizygotic (fraternal) adalah dua buah ovum yang mengalami pembuahan secara terpisah, 70% dari semua jenis kehamilan kembar.
15 tahun terakhir ini angka kejadian kehamilan kembar meningkat oleh karena :
Kembar monozygotik terjadi pada 2.3 – 4 per 1000 kehamilan pada semua jenis suku bangsa, 30% dari semua jenis kehamilan kembar.
Kembar dizygotic (fraternal) adalah dua buah ovum yang mengalami pembuahan secara terpisah, 70% dari semua jenis kehamilan kembar.
15 tahun terakhir ini angka kejadian kehamilan kembar meningkat oleh karena :
1.
Pemakaian luas dari obat induksi ovulasi
2.
Penerapan ART (assisted reproductive
technology)
Morbiditas dan mortalitas
maternal lebih tinggi pada kehamilan kembar dibanding kehamilan tunggal akibat
:
a.
Persalinan preterm
b.
Perdarahan
c.
Infeksi traktus urinarius
d.
Hipertensi dalam kehamilan
2/3 kehamilan kembar
berakhir dengan persalinan janin tunggal (sebagian embrio lain berakhir dalam
usia kehamilan 10 minggu)
Mortalitas perinatal kehamilan kembar lebih tinggi dari kehamilan tunggal oleh karena :
Mortalitas perinatal kehamilan kembar lebih tinggi dari kehamilan tunggal oleh karena :
a.
Kelainan kromosome
b.
Prematuritas
c.
Kelainan kongenital
d.
Hipoksia
e.
Trauma
Hal-hal diatas terutama
terjadi pada kehamilan kembar monozygotik.
A.
PATOGENESIS
1.
Kehamilan kembar MONOZYGOTIK
Kehamilan kembar yang terjadi dari
fertilisasi sebuah ovum dari satu sperma.
Biasanya memiliki jenis kelamin sama.
Perkembangan tergantung pada saat kapan terjadinya divisi preimplantasi
Umumnya memiliki karakteristik fisik sama ( bayangan cermin) ; namun dengan sidik jari yang berbeda.
Biasanya memiliki jenis kelamin sama.
Perkembangan tergantung pada saat kapan terjadinya divisi preimplantasi
Umumnya memiliki karakteristik fisik sama ( bayangan cermin) ; namun dengan sidik jari yang berbeda.
2.
Kehamilan kembar DIZYGOTIK
Kehamilan kembar yang berasal dari dua buah
ovum dan dua sperma.
Kehamilan kembar dizyogitic dapat memiliki jenis sex berbeda atau sama.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kembar dizygotic :
Kehamilan kembar dizyogitic dapat memiliki jenis sex berbeda atau sama.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kembar dizygotic :
Ø Ras
(lebih sering pada kulit berwarna)
Ø Angka
kejadian di Jepang 1.3 : 1000 ; di Nigeria 49 : 1000 dan di USA 12 : 1000
Ø Cenderung
berulang.
Ø Menurun
dalam keluarga (terutama keluarga ibu).
Ø Usia
(sering terjadi pada usia 35 – 45 tahun).
Ø Ukuran
tubuh ibu besar sering mempunyai anak kembar.
Ø Golongan
darah O dan A sering mempunyai anak kembar.
Ø Sering
terjadi pada kasus yang segera hamil setelah menghentikan oral kontrasepsi.
Ø Penggunaan
klomifen sitrat meningkatkan kejadian kehamilan kembar monozygotic sebesar 5 –
10% .
3.
Bentuk kehamilan kembar lain
Ø Fertilisasi
2 ovum yang berasal dari 1 oosit dengan 2 sperma.
Ø Fertilisasi
satu ovum dengan 2 sperma pada dua kejadian coitus yang berbeda (superfecundasi)
Ø Superfetation adalah fertilisasi 2
ovum yang dilepaskan pada dua haid yang berbeda (tidak mungkin terjadi pada
manusia) oleh karena corpus luteum pada proses kehamilan sebelumnya akan menekan
terjadinya proses ovulasi pada siklus bulan berikutnya.
B.
FAKTOR FAKTOR TERKAIT
1. Anemia
gravidarum sering terjadi .
2. Gangguan
pada sistem respirasi dimana “Respiratory
tidal volume” meningkat
tapi pasien lebih bebas bernafas oleh karena kadar progesteron yang tinggi.
3. Kista
lutein dan asites sering terjadi oleh karena tingginya hCG.
4. Perubahan
kehamilan lebih menyolok pada sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem
Gastrointestinal , ginjal dan sistem muskuloskeletal.
5. Termasuk kehamilan resiko
tinggi oleh karena
meningkatnya kejadian :
·
Anemia gravidarum
·
Infeksi traktus urinariums
·
Preeklampsia –eklampsia
·
Perdarahan sebelum-selama dan sesudah
persalinan
·
Kejadian plasenta previa
·
Inersia uteri
Gemeli |
C. PLASENTA
DAN TALIPUSAT
Plasenta dan selaput ketuban pada kembar monozygote dapat bervariasi seperti terlihat pada gambar 22.1, tergantung pada saat “pembelahan awal” pada discus embrionik. Variasi yang dapat terlihat adalah :
Plasenta dan selaput ketuban pada kembar monozygote dapat bervariasi seperti terlihat pada gambar 22.1, tergantung pada saat “pembelahan awal” pada discus embrionik. Variasi yang dapat terlihat adalah :
Selaput ketuban pada kehamilan kembar |
1. Pembelahan
sebelum stadium morula dan diferensiasi trofoblas (pada hari ke III)
menghasilkan 1 atau 2 plasenta, 2 chorion dan 2 amnion (sangat menyerupai
kembar dizygotic dan meliputi hampir 1/3 kasus kembar monozygotic)
2. Pembelahan
setelah diferensiasi trofoblas tapi sebelum pembentukan amnion (hari ke IV –
VIII) menghasilkan 1 plasenta dan 2 amnion ( meliputi 2/3 kasus kembar
monozygotic)
3. Pembelahan
setelah diferensiasi amnion ( hari ke VIII – XIII) menghasilkan 1 plasenta, 1
chorion dan 1 amnion
4. Pembelahan
setelah hari ke 15 menyebabkan kembar tak sempurna, pembelahan pada hari ke
XIII – XV menyebabkan kembar
siam.
Masalah
paling serius pada plasenta monochorionic adalah jalur pintas pembuluh darah
yang disebut sebagai sindroma “twin
to twin tranfusion” yang
terjadi akibat anastomosis masing-masing individu sejak kehamilan awal mereka.
Komunikasi yang terjadi dapat ateri-arteri, vena-vena atau arteri – vena. Yang paling berbahaya adalah kombinasi arteri-vena yang dapat menyebabkan sindroma “twin to twin tranfusion”
Komunikasi yang terjadi dapat ateri-arteri, vena-vena atau arteri – vena. Yang paling berbahaya adalah kombinasi arteri-vena yang dapat menyebabkan sindroma “twin to twin tranfusion”
Janin
resipien akan mengalami : edematous, hipertensi, asites, ‘kern’ icterus,
pembesaran ginjal dan jantung, hidramnion akibat poliuria, hipervolemia dan
meninggal akibat gagal jantung dalam usia 24 jam pertama.
Janin
donor : kecil, pucat, dehidrasi akibat PJT-Pertumbuhan janin terhambat,
malnutrisi dan hipovolemia, oligohidramnion, anemia berat, hidrops fetalis dan
gagal jantung.
Kejadian prolapsus talipusat sering terjadi pada kedua janin.
Janin kedua sering mengalami ancaman terjadinya solusio plasenta, hipoksia, serta“constriction ring dystocia”.
Kejadian insersio vilamentosa pada kehamilan kembar 7% (pada kehamilan tunggal 1%)
Kejadian sindroma arteri umbilikalis tunggal sering terjadi pada kehamilan monozygotik.
Kembar monochorionic-monoamniotic ( angka kejadian 1 : 100 kehamilan kembar) memiliki kemungkinan lahir hidup 50% akibat komplikasi talipusat. Pada kasus ini sebaiknya direncanakan SC pada kehamilan 32 – 34 minggu untuk mencegah terjadinya komplikasi pada talipusat.
Kejadian prolapsus talipusat sering terjadi pada kedua janin.
Janin kedua sering mengalami ancaman terjadinya solusio plasenta, hipoksia, serta“constriction ring dystocia”.
Kejadian insersio vilamentosa pada kehamilan kembar 7% (pada kehamilan tunggal 1%)
Kejadian sindroma arteri umbilikalis tunggal sering terjadi pada kehamilan monozygotik.
Kembar monochorionic-monoamniotic ( angka kejadian 1 : 100 kehamilan kembar) memiliki kemungkinan lahir hidup 50% akibat komplikasi talipusat. Pada kasus ini sebaiknya direncanakan SC pada kehamilan 32 – 34 minggu untuk mencegah terjadinya komplikasi pada talipusat.
D.
JANIN
Melalui
pemeriksaan ultrasonografi secara dini, diketahui bahwa angka kejadian
kehamilan kembar sebelum kehamilan 12 minggu kira-kira 3.29 – 5.39%.
Namun 20% diantaranya satu atau lebih janin akan menghilang secara spontan dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan pervaginam yang merupakan kjadian abortus (“vanishing twin”).
Kelainan kongenital pada kehamilan kembar ± 2% ( pada kehamilan tunggal ± 1%)
Kelainan kongenital pada kembar monozygotic lebih sering.
Namun 20% diantaranya satu atau lebih janin akan menghilang secara spontan dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan pervaginam yang merupakan kjadian abortus (“vanishing twin”).
Kelainan kongenital pada kehamilan kembar ± 2% ( pada kehamilan tunggal ± 1%)
Kelainan kongenital pada kembar monozygotic lebih sering.
E.
GEJALA KLINIK
1.
Gejala dan Tanda
a.
Keluhan kehamilan lebih sering terjadi
dan lebih berat.
Tanda-tanda
yang sering terlihat :
·
Ukuran uterus lebih besar dari yang
diharapkan.
·
Kenaikan berat badan ibu berlebihan.
·
Polihidramnion.
·
Riwayat ART (Assisted Reproductive
Technology)
·
Kenaikan MSAFP (maternal serum alpha feto
protein)
·
Palpasi yang meraba banyak bagian kecil
janin.
·
Detik Jantung Janin lebih dari 1 tempat
dengan perbedaan frekuensi sebesar > 8 detik per menit.
2.
Temuan Laboratorium
Sebagian
besar kehamilan kembar terdeteksi atas dasar pemeriksaaan MSAFP dan atau
ultrasonografi.
Kadar Hematokrit dan Hemoglobin menurun.
Anemia maternal : hipokromik normositik.
Kemungkinan terjadi gangguan pada pemeriksaan OGTT-oral glucosa tolerance test.
Kadar Hematokrit dan Hemoglobin menurun.
Anemia maternal : hipokromik normositik.
Kemungkinan terjadi gangguan pada pemeriksaan OGTT-oral glucosa tolerance test.
3.
Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan
ultrasonografi pada kehamilan kembar harus dikerjakan.
Pada kehamilan kembar dichorionic : jenis kelamin berbeda, plasenta terpisah dengan dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau “twin peak sign” dimana membran melekat pada dua buah plasenta yang menjadi satu.
Pada kehamilan monochorionik tidak terlihat gambaran diatas.
Pada kehamilan kembar dichorionic : jenis kelamin berbeda, plasenta terpisah dengan dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau “twin peak sign” dimana membran melekat pada dua buah plasenta yang menjadi satu.
Pada kehamilan monochorionik tidak terlihat gambaran diatas.
·
Presentasi vertex-vertex = 50% kasus
kehamilan kembar
·
Presentasi vertex-bokong = 33% kasus
kehamilan kembar
·
Presentasi bokong-bokong = 10% kasus
kehamilan kembar
F.
DIAGNOSA BANDING
1. Kehamilan
tunggal
Kesalahan
dalam penentuan tanggal HPHT-hari pertama haid terakhir dan Estimated Date of
Confinement-EDC sering menyebabkan kesalahan diagnosa kehamilan kembar.
2. Polihidramnion
3. Mola
Hidatidosa
4. Tumor
abdomen dalam kehamilan:
·
Mioma uteri
·
Tumor ovarium
·
Vesika urinaria yang penuh
5. Kehamilan
Kembar dengan komplikasi
Bila satu dari janin kembar dizygotik mati, janin yang mati akan mengalami mumifikasi
Janin yang mati potensial untuk menyebabkan masalah pada ibu atau janin lain (gangguan pembekuan darah pada ibu) dan ini dapat menimbulkan masalah medis yang pengambilan keputusan kliniknya amat sulit.
Bila satu dari janin kembar dizygotik mati, janin yang mati akan mengalami mumifikasi
Janin yang mati potensial untuk menyebabkan masalah pada ibu atau janin lain (gangguan pembekuan darah pada ibu) dan ini dapat menimbulkan masalah medis yang pengambilan keputusan kliniknya amat sulit.
G.
PENATALAKSANAAN
Persalinan
Pasien harus segera ke rumah sakit bila muncul tanda awal persalinan, KPD atau mengalami perdarahan pervaginam.
Penilaian klinis dilakukan seperti pada umumnya proses persalinan normal.
Persiapan-persiapan yang perlu untuk tindakan bedah sesar yang mungkin dikerjakan.
Persalinan
Pasien harus segera ke rumah sakit bila muncul tanda awal persalinan, KPD atau mengalami perdarahan pervaginam.
Penilaian klinis dilakukan seperti pada umumnya proses persalinan normal.
Persiapan-persiapan yang perlu untuk tindakan bedah sesar yang mungkin dikerjakan.
Klasifikasi presentasi intrapartum :
1.
Vertex – Vertex ( 40%)
2.
Vertex – nonVertex , bokong atau lintang (
20% )
Kiri : presentasi
vertex-vertex
Kanan presentasi Vertex- presentasi bokong
Kanan presentasi Vertex- presentasi bokong
Penatalaksanaan persalinan :
1) Posisi
janin pertama harus ditentukan saat masuk kamar bersalin.
2) Bila
janin pertama letak lintang atau letak sungsang maka persalinan diakhiri dengan
sectio caesar.
3) Bila
janin pertama letak kepala, dapat dipertimbangkan persalinan pervaginam.
4) Bila
janin pertama letak sungsang dan janin letak kepala, dikhawatirkan terjadi
interlocking sehingga persalinan anak pertama mengalami “after coming head”
5) Setelah
janin pertama lahir, biasanya kontraksi uterus menghilang atau berkurang
sehingga tidak jarang bahwa kontraksi uterus perlu diperkuat dengan pemberian
oksitosin infuse setelah dipastikan anak ke II dapat lahir pervaginam.
Mekanisme Interlocking pada
persalinan kembar
H.
KOMPLIKASI
a. Hipertensi
dalam kehamilan
b. Anemia
c. Polihidramnion
d. Persalinan
preterm
e. Persalinan
macet akibat interlocking atau collision bagian terendah janin
f. Mortalitas
perinatal meningkat
I.
PROGNOSIS
·
Mortalitas maternal tidak jauh berbeda dengan
kehamilan tunggal.
·
Riwayat persalinan dengan kembar dizygotic
meningkatkan kemungkinan persalinan kembar berikutnya sebesar 10 kali lipat.
·
Morbiditas neonatus turun bila persalinan
dilakukan pada kehamilan 37 – 38 minggu.
Daftar Referensi :
Berghella V, Kaufmann M:
Natural history of twin to twin tranfusion syndrome.eproud Med 46:480,2001
Cauckwell S, Murphy DJ:
The effect of mode of delivery and gestational age on neonatal outcome of the
non-cephalic-presenting second twin. Am J Obstet Gynecol 187:1356,2002
DeCherney AH. Nathan L : Multiple Pregnancy
in Current Obstetrics and
Gynecologic Diagnosis and Treatment ,
McGraw Hill Companies, 2003
Demaria F, Goffinet F, Kayem
G,et
al: Monoamniotic twin pregnancies : Antenatal management and perinatal result
of 19 consecutive cases. BJOG 111:22, 2004
MANUAL PLASENTA
MANUAL PLASENTA
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perdarahan pascapersalinan adalah
kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau
setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak
yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah
tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar
pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang
hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang
ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah
sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
(perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan
ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan
tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas
karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan
lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di
luar negeri.
Perdarahan
setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.—Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan
sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam
setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di
rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi
perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes
RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran
hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Perdarahan yang disebabkan karena
retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas
sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus karena:
a).
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b).Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta
yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga dilakukan tindakan manual plasenta.
B. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Mampu memahami secara menyeluruh tentang
Manual Plasenta dan cara pengeluaran manual pasenta.
2. Tujuan
khusus
a. Mampu
memahami yang dimaksud dengan manual plasenta.
b. Mengetahui
indikasi manual plasenta
c. Mengetahui
langkah-langkah manual plasenta
II.
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Manual
plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada
dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan
melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit
dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus
uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga
belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang
banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan
operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi
plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan
agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
B. Etiologi
Indikasi
pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan
uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi,
dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta
adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena
indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a) Plasenta
adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b) Plasenta
akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium
c) Plasenta
inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki
miometrium
d) Plasenta
perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta
inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.
2. Plasenta
sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
3. Mengganggu
kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4. Retensio
plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
Ø Darah
penderita terlalu banyak hilang,
Ø Keseimbangan
baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
Ø Kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam.
C. Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera
dilakukan apabila :
Ø Terdapat
riwayat perdarahan postpartum berulang.
Ø Terjadi
perdarahan postpartum melebihi 400 cc
Ø Pada
pertolongan persalinan dengan narkosa.
Ø Plasenta
belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual plasenta dalam keadaan
darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta
(setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita
retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat
pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita
dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan
diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
D. Tanda
dan Gejala Manual Plasenta
1. Anamnesis,
meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus
dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak
lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada
pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3. Perdarahan
yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
4. Placenta
tidak segera lahir > 30 menit.
E. Teknik Manual Plasenta
Untuk mengeluarkan
plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut
Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan
meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di
antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding
uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak
boleh dilakukan secara kasar.
Sebelum mengerjakan
manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum
penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi
rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu
tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)
dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar
1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung
jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini
dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus
uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke
bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan
fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah
ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Gambar
2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas
fundus
—Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari
tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang
telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat
dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap
menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian,
kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Gambar
3. Mengeluarkan plasenta
Setelah
plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada
bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah
plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka
dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan
perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada
umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah
selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
F.
Komplikasi
Kompikasi dalam
pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi
yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure
yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis,
ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus
desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu
dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal
ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai
dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan
plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan
mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
III.
PROSEDUR KLINIK MANUAL PLASENTA
A.
Persetujuan Tindakan Medik
Informed
consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap tindakan medic
yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan diberikan
setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis
penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
B.
Persiapan Sebelum Tindakan
1.
Pasien
a.
Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah
dan lipat paha sudah dibersihkan.
b.
Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
c.
Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup
perut bawah
d.
Medikamentosa
1.
Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5
mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
2.
Sedative (Diazepam 10 mg)
3.
Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
4.
Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
5.
Cairan NaCl 0,9% dan RL
6.
Infuse Set
e.
Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
f.
Oksigen dengan regulator
2.
Penolong
a.
Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca
mata : 3 set
b.
Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan
panjang
c.
Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
d.
Instrument
1)
Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2)
Mangkok tempat plasenta : 1
3)
Kateter karet dan urine bag : 1
4)
Benang kromk 2/0 : 1 rol
5)
Partus set
C.
Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum
melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan
air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk
bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
D.
Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri
1.
Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan
analgetik melalui karet infuse.
2.
Lakukan kateterisasi kandung kemih.
·
Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih
dengan benar.
·
Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
3.
Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali
pusat sejajar lantai.
4.
Secara obstetric maukkan satu tangan (punggung tangan
ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
5.
Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta
asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus
uteri.
6.
Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam
kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
7.
Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam
(ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
E.
Melepas Plasenta dari Dindig Uterus
1.
Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta
yang paling bawah
·
Bila berada di belakang, tali pusat tetap di
sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat
dengan punggung tangan menghadap ke atas.
·
Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan
plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di
antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke
dinding dalam uterus.
·
Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang
sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah
telapak tangan kanan.
2.
Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil
bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan.
Catatan : Sambil
melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi
penyuliit.
F.
Mengeluarkan Plasenta
1.
Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri,
lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang
masih melekat pada dinding uterus.
2.
Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan
uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
3.
Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik
tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari percikan
darah).
4.
Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
5.
Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar)
ke dorsokranial setelah plasenta lahir.
v
Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah
perdarahan yang keluar
G.
Dekontaminasi Pasca Tindakan
Alat-alat yang
digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di
guanakan penolong ke dalam larutan antiseptic
H.
Cuci Tangan Pascatindakan
Mencuci kedua
tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
I.
Perawatan Pascatindakan
1.
Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan
tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
2.
Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam
kolom yang tersedia.
3.
Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting
untuk dipantau.
4.
Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan
telah seesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
5.
Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih
diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan.(Di Rumah Sakit)
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manual plasenta
adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus
dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan
tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan
langsung kedalam kavum uteri.
Indikasi
pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan
uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi,
dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Hampir
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi
uterus.
B.
Saran
1.
Masyarakat Luas
Masyarakat maupun
ibu-ibu dalam masa kehamilannya, dapat menjaga kesehatan selama hamil dengan
maksimal, makan-makanan yang bergizi, konsumsi Fe dan istirahat yang cukup agar
selama proses persalinan tidak terjadi kegawatan. Serta mampu memahami alasan dilakukannya
manual plasenta apabila plasenta belum lahir > 30 menit setelah bayi lahir
dan terjadi perdarahan agar dapat menyelamatkan pasien sesegera mungkin.
2.
Petugas Kesehatan
Petugas
kesehatan harus mengetahui sedini mungkin penyebab plasenta tidak lahir segera
setelah bayi lahir, serta melakukan tindakan segera apabila pasien mengalami
perdarahan kala III, dan merupakan indikasi untuk dilakukanya manual plasenta
dan untuk menurunkan angka kematian ibu.
DAFTAR PUSTAKA
WHO.
Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. Of Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008
dari:
Prawirohardjo
S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “Manual
Plasenta”. YBP-SP : Jakarta
Prawirohardjo,
S. 2007. Ilmu Kebidana”Retensio Plasenta”. YBP-SP : Jakarta
Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan”Perdarahan Post
Partum” Edisi 3. YBP-SP : Jakarta
Prawirohardjo
S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal”Perdarahan Pasca Persalinan”. YBP-SP: Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)