Jumat, 03 Mei 2013

VIDEO MEMANDIKAN MAYAT


VIDEO TATA CARA PENYELENGGARA JENAJAH


VIDEO MEMANDIKA PASIEN


CARA PERAWATAN TALI PUSAT

Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir

Tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.

Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu. Umumnya orangtua baru agak takut-takut menangani bayi baru lahirnya, karena keberadaan si umbilical stump ini. Meski penampakannya sedikit ’mengkhawatirkan’, tetapi kenyataannya bayi Anda tidak merasa sakit atau terganggu karenanya.

Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana. Yang penting, pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering. Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama ini, standar perawatan tali pusat yang diajarkan oleh tenaga medis kepada orang tua baru adalah membersihkan atau membasuh pangkal tali pusat dengan alkohol. Rekomendasi terbaru dari WHO adalah cukup membersihkan pangkal tali pusat dengan menggunakan air dan sabun, lalu dikering anginkan hingga benar-benar kering. Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.

Meski demikian, praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbangannya, tali pusat yang dirawat tanpa menggunakan alkohol terkadang mengeluarkan aroma (tetap tidak menyengat). Hal inilah yang membuat orangtua merasa khawatir. Bila orangtua ragu untuk menentukan cara mana yang akan diterapkan, lebih baik diskusikan dengan dokter.

Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap kering. Jangan khawatir, bayi Anda tetap wangi meskipun hanya dilap saja selama seminggu. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan menarik) tali pusat. Tenang saja, bayi Anda tidak akan merasa sakit. Sisa air atau alkohol yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan menggunakan kain kasa steril atau kapas. Setelah itu kering anginkan tali pusat. Anda dapat mengipas dengan tangan atau meniup-niupnya untuk mempercepat pengeringan. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.

Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup (mungkin Anda ’ngeri’ melihat penampakannya), tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa. Bila bayi Anda menggunakan popok sekali pakai, pilihlah yang memang khusus untuk bayi baru lahir (yang ada lekukan di bagian depan). Dan jangan kenakan celana atau jump-suit pada bayi Anda. Sampai tali pusatnya puput, kenakan saja popok dan baju atasan. Bila bayi Anda menggunakan popok kain, jangan masukkan baju atasannya ke dalam popok. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat mengering dan lepas.

Biarkan tali pusat lepas dengan sendirinya. Jangan memegang-megang atau bahkan menariknya meskipun Anda gemas melihat bagian tali pusat yang ’menggantung’ di perut bayi hanya tinggal selembar benang. Orangtua dapat menghubungi dokter bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu, atau bila terlihat adanya tanda-tanda infeksi, seperti; pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, dan/atau bayi demam tanpa sebab yang jelas. Setelah tali pusat, terkadang pusar bayi terlihat menonjol (bodong). Dalam budaya kita ada anjuran untuk menempelkan uang logam (binggel) di atas pusar bayi setelah tali pusatnya puput. Tujuannya agar pusar anak tidak menonjol (bodong). Padahal tanpa diberi pemberat pun (uang logam), lama-lama tonjolan terebut akan menghilang. Dan sesungguhnya, pusar bodong atau tidak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (EG)

VIDEO PEMASANGAN KATETER





VIDEO STERILISASI


VIDEO CARA MENGHILANGKAN KEPUTIHAN


VIDEO CARA PEMASANGAN IMPALNT


MUSIC UNGU(JIKA ITU MEMANG TERBAIK)



VIDEO CARA MEMBERIKAN IMUNISASI DPT


VIDEO PERAWATAN PAYUDAYA


CARA PEMASANGAN VASEKTOMI









CARA PEMASANGAN TUBEKTOMI


CARA MEMANDIKAN BAYI


Cara Memandikan Bayi: 



Bagaimana tidak, si makhluk mungil yang tak berdaya itu kan sangat lemah, jadi Anda harus ekstra hati-hati. Nah, untuk itulah kali ini Anda bisa menyimak, perlengkapan apa saja yang harus Anda persiapkan sebelum proses memandikan bayi dimulai…

Perlengkapan Mandi Bayi yang Harus Anda Siapkan

1. Bantal dan Handuk

Jika Anda hanya ingin melap bayi Anda, maka penggunaan bantal dan handuk akan sangat membantu proses ini, apalagi tangan Anda kan harus terus-menerus memegang si kecil. Letakkan bantal yang dibungkus dengan handuk dan baringkan bayi Anda di atasnya. Jangan lupa, kegiatan ini sebaiknya Anda lakukan dalam ruangan yang tertutup, agar bayi Anda tidak kedinginan.

2. Bak mandi bayi

Sebelum Anda membawa bayi Anda untuk dimandikan, pastikan bak mandi bayi sudah tersedia dan siap pakai. Anda dapat melapis dasarnya dengan handuk atau spons, agar bayi Anda merasa lebih nyaman dan juga aman. Penggunaan bak mandi ini biasanya untuk bayi yang sudah agak besar.

3. Kain waslap

Anda juga akan memerlukan kain waslap atau spons mandi untuk bayi. Mulailah membuka pakaiannya satu per satu agar ia tidak kedinginan. Basuh tubuhnya mulai dari bagian leher ke bawah.

4. Bola kapas

Bola kapas sangat membantu untuk membersihkan bagian sekitar mata bayi. Mulailah membersihkannya mulai dari bagian dalam matanya ke arah bagian luar. Gunakan bola kapas yang berbeda untuk setiap mata.

5. Handuk bertopi

Handuk bertopi sangatlah baik untuk mengeringkan bayi Anda setelah mandi. Ingatlah, jangan menggosok-gosokkan handuk tersebut ke badannya, karena nanti kulitnya bisa lecet. Cukup ditepuk-tepuk hingga kering.

6. Popok bersih

Sebelum Anda memakaikan baju kepadanya, sediakan dulu popok bersih untuknya.

7. Alkohol

Jika tali pusar bayi Anda masih menempel, maka Anda bisa menggunakan alkohol untuk menjaga kebersihannya. Namun begitu, sebaiknya tanyakan dulu pada dokter Anda apakah memang penggunaan alkohol tersebut dibolehkan untuk bayi Anda.

8. Produk kulit bayi

Banyak kontoversi seputar penggunaan lotion dan bedak untuk bayi. Yang jelas, hindari penggunaan produk yang menggunakan parfum, serta hindari pemakaian bedak bubuk, karena bisa menimbulkan gangguan pernafasan pada bayi Anda.

9. Sabun bayi

Pemakaian sabun, sebenarnya bisa menganggu stabilitas pH tubuh bayi Anda. Padahal, pH tubuhnya tersebut bisa membantu melindunginya dari berbagai kuman. Nah, apapun sabun bayi yang Anda pilih, usahakan untuk memilih produk yang bebas parfum dan hypoallergenic. Pemakaian sabun pun tidak perlu setiap hari… cukup 1 kali setiap minggu atau bahkan setiap 2 minggu, hingga bayi Anda tumbuh lebih besar dan berinteraksi dengan lebih banyak kotoran.

10. Shampoo bayi

Pilihlah yang tidak perih buat matanya. Gunakan shampoo 1 atau 2 kali setiap minggu. Caranya, jatuhkan 2 atau 3 tetes shampoo pada kepala bayi Anda, lalu gosoklah kulit kepalanya secara perlahan-lahan.

11. Gunting kuku

Setelah ia mandi, kukunya menjadi sangat lunak. Makanya ini merupakan waktu yang baik untuk merapihkan kukunya.

12. Sikat halus

Untuk membersihkan kerak atau kotoran yang melekat di kulit kepala bayi Anda, gunakanlah sikat yang sangat halus. Anda bisa melakukannya setiap hari, setelah mandi.

VIDEO SECIO SECARIA



VIDEO MEMBERSIKAN JALAN NAFAS


VIDEO MEMANDIKAN BAYI


Senin, 29 April 2013

PERSALINAN GEMELI

Kehamilan Kembar (Gemeli) pada Penyulit Persalinan


Kehamilan kembar terjadi bila 2 atau lebih ovum mengalami pembuahan ( dizygotic) atau bila satu ovum yang sudah dibuahi mengalami pembelahan terlalu dini sehingga membentuk 2 embrio yang identik (monozygotic).
Kembar monozygotik terjadi pada 2.3 – 4 per 1000 kehamilan pada semua jenis suku bangsa, 30% dari semua jenis kehamilan kembar.
Kembar dizygotic (fraternal) adalah dua buah ovum yang mengalami pembuahan secara terpisah, 70% dari semua jenis kehamilan kembar.
15 tahun terakhir ini angka kejadian kehamilan kembar meningkat oleh karena :
1.     Pemakaian luas dari obat induksi ovulasi
2.     Penerapan ART (assisted reproductive technology)

Morbiditas dan mortalitas maternal lebih tinggi pada kehamilan kembar dibanding kehamilan tunggal akibat :
a.     Persalinan preterm
b.    Perdarahan
c.     Infeksi traktus urinarius
d.    Hipertensi dalam kehamilan
2/3 kehamilan kembar berakhir dengan persalinan janin tunggal (sebagian embrio lain berakhir dalam usia kehamilan 10 minggu)
Mortalitas perinatal kehamilan kembar lebih tinggi dari kehamilan tunggal oleh karena :
a.     Kelainan kromosome
b.    Prematuritas
c.     Kelainan kongenital
d.    Hipoksia
e.     Trauma
Hal-hal diatas terutama terjadi pada kehamilan kembar monozygotik.
A.    PATOGENESIS

1.     Kehamilan kembar MONOZYGOTIK
Kehamilan kembar yang terjadi dari fertilisasi sebuah ovum dari satu sperma.
Biasanya memiliki jenis kelamin sama.
Perkembangan tergantung pada saat kapan terjadinya divisi preimplantasi
Umumnya memiliki karakteristik fisik sama ( bayangan cermin) ; namun dengan sidik jari yang berbeda.

2.     Kehamilan kembar DIZYGOTIK
Kehamilan kembar yang berasal dari dua buah ovum dan dua sperma.
Kehamilan kembar dizyogitic dapat memiliki jenis sex berbeda atau sama.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kembar dizygotic :
Ø  Ras (lebih sering pada kulit berwarna)
Ø  Angka kejadian di Jepang 1.3 : 1000 ; di Nigeria 49 : 1000 dan di USA 12 : 1000
Ø  Cenderung berulang.
Ø  Menurun dalam keluarga (terutama keluarga ibu).
Ø  Usia (sering terjadi pada usia 35 – 45 tahun).
Ø  Ukuran tubuh ibu besar sering mempunyai anak kembar.
Ø  Golongan darah O dan A sering mempunyai anak kembar.
Ø  Sering terjadi pada kasus yang segera hamil setelah menghentikan oral kontrasepsi.
Ø  Penggunaan klomifen sitrat meningkatkan kejadian kehamilan kembar monozygotic sebesar 5 – 10% .

3.     Bentuk kehamilan kembar lain
Ø  Fertilisasi 2 ovum yang berasal dari 1 oosit dengan 2 sperma.
Ø  Fertilisasi satu ovum dengan 2 sperma pada dua kejadian coitus yang berbeda (superfecundasi)
Ø  Superfetation adalah fertilisasi 2 ovum yang dilepaskan pada dua haid yang berbeda (tidak mungkin terjadi pada manusia) oleh karena corpus luteum pada proses kehamilan sebelumnya akan menekan terjadinya proses ovulasi pada siklus bulan berikutnya.

B.    FAKTOR FAKTOR TERKAIT
1.     Anemia gravidarum sering terjadi .
2.     Gangguan pada sistem respirasi dimana “Respiratory tidal volume” meningkat tapi pasien lebih bebas bernafas oleh karena kadar progesteron yang tinggi.
3.     Kista lutein dan asites sering terjadi oleh karena tingginya hCG.
4.     Perubahan kehamilan lebih menyolok pada sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem Gastrointestinal , ginjal dan sistem muskuloskeletal.
5.     Termasuk kehamilan resiko tinggi oleh karena meningkatnya kejadian :
·         Anemia gravidarum
·         Infeksi traktus urinariums
·         Preeklampsia –eklampsia
·         Perdarahan sebelum-selama dan sesudah persalinan
·         Kejadian plasenta previa
·         Inersia uteri
Kehamilan Kembar (Gemeli) pada Penyulit Persalinan
Gemeli

C.    PLASENTA DAN TALIPUSAT
Plasenta dan selaput ketuban pada kembar monozygote dapat bervariasi seperti terlihat pada gambar 22.1, tergantung pada saat “pembelahan awal” pada discus embrionik. Variasi yang dapat terlihat adalah :

Selaput ketuban pada kehamilan kembar
Selaput ketuban pada kehamilan kembar

1.     Pembelahan sebelum stadium morula dan diferensiasi trofoblas (pada hari ke III) menghasilkan 1 atau 2 plasenta, 2 chorion dan 2 amnion (sangat menyerupai kembar dizygotic dan meliputi hampir 1/3 kasus kembar monozygotic)
2.     Pembelahan setelah diferensiasi trofoblas tapi sebelum pembentukan amnion (hari ke IV – VIII) menghasilkan 1 plasenta dan 2 amnion ( meliputi 2/3 kasus kembar monozygotic)
3.     Pembelahan setelah diferensiasi amnion ( hari ke VIII – XIII) menghasilkan 1 plasenta, 1 chorion dan 1 amnion
4.     Pembelahan setelah hari ke 15 menyebabkan kembar tak sempurna, pembelahan pada hari ke XIII – XV menyebabkan kembar siam.
Masalah paling serius pada plasenta monochorionic adalah jalur pintas pembuluh darah yang disebut sebagai sindroma “twin to twin tranfusion” yang terjadi akibat anastomosis masing-masing individu sejak kehamilan awal mereka.
Komunikasi yang terjadi dapat ateri-arteri, vena-vena atau arteri – vena. Yang paling berbahaya adalah kombinasi arteri-vena yang dapat menyebabkan sindroma “twin to twin tranfusion”
Janin resipien akan mengalami : edematous, hipertensi, asites, ‘kern’ icterus, pembesaran ginjal dan jantung, hidramnion akibat poliuria, hipervolemia dan meninggal akibat gagal jantung dalam usia 24 jam pertama.
Janin donor : kecil, pucat, dehidrasi akibat PJT-Pertumbuhan janin terhambat, malnutrisi dan hipovolemia, oligohidramnion, anemia berat, hidrops fetalis dan gagal jantung.
Kejadian prolapsus talipusat sering terjadi pada kedua janin.
Janin kedua sering mengalami ancaman terjadinya solusio plasenta, hipoksia, serta“constriction ring dystocia”.
Kejadian insersio vilamentosa pada kehamilan kembar 7% (pada kehamilan tunggal 1%)
Kejadian sindroma arteri umbilikalis tunggal sering terjadi pada kehamilan monozygotik.
Kembar monochorionic-monoamniotic ( angka kejadian 1 : 100 kehamilan kembar) memiliki kemungkinan lahir hidup 50% akibat komplikasi talipusat. Pada kasus ini sebaiknya direncanakan SC pada kehamilan 32 – 34 minggu untuk mencegah terjadinya komplikasi pada talipusat.

D.    JANIN
Melalui pemeriksaan ultrasonografi secara dini, diketahui bahwa angka kejadian kehamilan kembar sebelum kehamilan 12 minggu kira-kira 3.29 – 5.39%. 
Namun 20% diantaranya satu atau lebih janin akan menghilang secara spontan dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan pervaginam yang merupakan kjadian abortus (“vanishing twin”).
Kelainan kongenital pada kehamilan kembar ± 2% ( pada kehamilan tunggal ± 1%) 
Kelainan kongenital pada kembar monozygotic lebih sering.

E.    GEJALA KLINIK
1.     Gejala dan Tanda
a.     Keluhan kehamilan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
·         Ukuran uterus lebih besar dari yang diharapkan.
·         Kenaikan berat badan ibu berlebihan.
·         Polihidramnion.
·         Riwayat ART (Assisted Reproductive Technology)
·         Kenaikan MSAFP (maternal serum alpha feto protein)
·         Palpasi yang meraba banyak bagian kecil janin.
·         Detik Jantung Janin lebih dari 1 tempat dengan perbedaan frekuensi sebesar > 8 detik per menit.
2.     Temuan Laboratorium
Sebagian besar kehamilan kembar terdeteksi atas dasar pemeriksaaan MSAFP dan atau ultrasonografi.
Kadar Hematokrit dan Hemoglobin menurun.
Anemia maternal : hipokromik normositik.
Kemungkinan terjadi gangguan pada pemeriksaan OGTT-oral glucosa tolerance test. 
3.     Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan kembar harus dikerjakan. 
Pada kehamilan kembar dichorionic : jenis kelamin berbeda, plasenta terpisah dengan dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau “twin peak sign” dimana membran melekat pada dua buah plasenta yang menjadi satu.
Pada kehamilan monochorionik tidak terlihat gambaran diatas.
·         Presentasi vertex-vertex = 50% kasus kehamilan kembar
·         Presentasi vertex-bokong = 33% kasus kehamilan kembar
·         Presentasi bokong-bokong = 10% kasus kehamilan kembar
USG kehamilan kembar (gemeli)



F.    DIAGNOSA BANDING
1.     Kehamilan tunggal
Kesalahan dalam penentuan tanggal HPHT-hari pertama haid terakhir dan Estimated Date of Confinement-EDC sering menyebabkan kesalahan diagnosa kehamilan kembar.
2.     Polihidramnion
3.     Mola Hidatidosa
4.     Tumor abdomen dalam kehamilan:
·         Mioma uteri
·         Tumor ovarium
·         Vesika urinaria yang penuh
5.     Kehamilan Kembar dengan komplikasi
Bila satu dari janin kembar dizygotik mati, janin yang mati akan mengalami mumifikasi
Janin yang mati potensial untuk menyebabkan masalah pada ibu atau janin lain (gangguan pembekuan darah pada ibu) dan ini dapat menimbulkan masalah medis yang pengambilan keputusan kliniknya amat sulit.

G.    PENATALAKSANAAN
Persalinan 
Pasien harus segera ke rumah sakit bila muncul tanda awal persalinan, KPD atau mengalami perdarahan pervaginam.
Penilaian klinis dilakukan seperti pada umumnya proses persalinan normal. 
Persiapan-persiapan yang perlu untuk tindakan bedah sesar yang mungkin dikerjakan.
Klasifikasi presentasi intrapartum :
1.             Vertex – Vertex ( 40%)
2.             Vertex – nonVertex , bokong atau lintang ( 20% )
presentasi pada kehamilan kembar

Kiri : presentasi vertex-vertex
Kanan presentasi Vertex- presentasi bokong

Penatalaksanaan persalinan :
1)     Posisi janin pertama harus ditentukan saat masuk kamar bersalin.
2)     Bila janin pertama letak lintang atau letak sungsang maka persalinan diakhiri dengan sectio caesar.
3)     Bila janin pertama letak kepala, dapat dipertimbangkan persalinan pervaginam.
4)     Bila janin pertama letak sungsang dan janin letak kepala, dikhawatirkan terjadi interlocking sehingga persalinan anak pertama mengalami “after coming head”
5)     Setelah janin pertama lahir, biasanya kontraksi uterus menghilang atau berkurang sehingga tidak jarang bahwa kontraksi uterus perlu diperkuat dengan pemberian oksitosin infuse setelah dipastikan anak ke II dapat lahir pervaginam.

interlocking pada kehamilan kembar
Mekanisme Interlocking pada persalinan kembar

H.    KOMPLIKASI
a.     Hipertensi dalam kehamilan
b.    Anemia
c.     Polihidramnion
d.    Persalinan preterm
e.     Persalinan macet akibat interlocking atau collision bagian terendah janin
f.     Mortalitas perinatal meningkat

I.      PROGNOSIS
·         Mortalitas maternal tidak jauh berbeda dengan kehamilan tunggal.
·         Riwayat persalinan dengan kembar dizygotic meningkatkan kemungkinan persalinan kembar berikutnya sebesar 10 kali lipat.
·         Morbiditas neonatus turun bila persalinan dilakukan pada kehamilan 37 – 38 minggu.


Daftar Referensi :
Berghella V, Kaufmann M: Natural history of twin to twin tranfusion syndrome.eproud Med 46:480,2001
Cauckwell S, Murphy DJ: The effect of mode of delivery and gestational age on neonatal outcome of the non-cephalic-presenting second twin. Am J Obstet Gynecol 187:1356,2002
DeCherney AH. Nathan L : Multiple Pregnancy in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003
Demaria F, Goffinet F, Kayem G,et al: Monoamniotic twin pregnancies : Antenatal management and perinatal result of 19 consecutive cases. BJOG 111:22, 2004
Victoria A, Mora G, Arias F:Perinatal outcome, placental pathology and severity of discordance in monochorionic twins. Obstet Gynecol 97:310, 2001Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/kehamilan-kembar-gemeli-pada-penyulit.html#ixzz2RuqjY5yu

MANUAL PLASENTA

MANUAL PLASENTA


I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a). Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b).Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga dilakukan  tindakan manual plasenta.
B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Mampu memahami secara menyeluruh tentang Manual Plasenta dan cara pengeluaran manual pasenta.
2.      Tujuan khusus
a.       Mampu memahami yang dimaksud dengan manual plasenta.
b.      Mengetahui indikasi manual plasenta
c.       Mengetahui langkah-langkah manual plasenta
II.                TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk  melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

B.     Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1.      Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a)      Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b)      Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium
c)      Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium
d)     Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e)      Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
2.      Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
3.      Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4.      Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
Ø  Darah penderita terlalu banyak hilang,
Ø  Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi, 
Ø  Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
C.     Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
Ø  Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
Ø  Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
Ø  Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
Ø  Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.

D.    Tanda dan Gejala Manual Plasenta
1.      Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3.      Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
4.      Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

E.     Teknik Manual Plasenta
Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan secara kasar.
Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

F.      Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
III.             PROSEDUR KLINIK MANUAL PLASENTA
A.    Persetujuan Tindakan Medik
Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
B.     Persiapan Sebelum Tindakan
1.      Pasien
a.       Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
b.      Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
c.       Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup perut bawah
d.      Medikamentosa
1.      Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
2.      Sedative (Diazepam 10 mg)
3.      Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
4.      Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
5.      Cairan NaCl 0,9% dan RL
6.      Infuse Set
e.       Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
f.       Oksigen dengan regulator
2.      Penolong
a.       Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
b.      Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
c.       Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
d.      Instrument
1)      Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2)      Mangkok tempat plasenta : 1
3)      Kateter karet dan urine bag : 1
4)      Benang kromk 2/0 : 1 rol
5)      Partus set
C.     Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
D.    Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri
1.      Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
2.      Lakukan kateterisasi kandung kemih.
·         Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.
·         Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
3.      Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
4.      Secara obstetric maukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
5.      Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
6.      Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
7.      Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
E.     Melepas Plasenta dari Dindig Uterus
1.      Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
·         Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
·         Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.
·         Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
2.      Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan   penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.
F.      Mengeluarkan Plasenta
1.      Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
2.      Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
3.      Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).
4.      Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
5.      Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta lahir.
v  Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar
G.    Dekontaminasi Pasca Tindakan
Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di guanakan penolong ke dalam larutan antiseptic
H.    Cuci Tangan Pascatindakan
Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
I.       Perawatan Pascatindakan
1.      Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
2.      Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam kolom yang tersedia.
3.      Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
4.      Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah seesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
5.      Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan.(Di Rumah Sakit)
IV.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
B.     Saran
1.      Masyarakat Luas
Masyarakat maupun ibu-ibu dalam masa kehamilannya, dapat menjaga kesehatan selama hamil dengan maksimal, makan-makanan yang bergizi, konsumsi Fe dan istirahat yang cukup agar selama proses persalinan tidak terjadi kegawatan. Serta mampu memahami alasan dilakukannya manual plasenta apabila plasenta belum lahir > 30 menit setelah bayi lahir dan terjadi perdarahan agar dapat menyelamatkan pasien sesegera mungkin.
2.      Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan harus mengetahui sedini mungkin penyebab plasenta tidak lahir segera setelah bayi lahir, serta melakukan tindakan segera apabila pasien mengalami perdarahan kala III, dan merupakan indikasi untuk dilakukanya manual plasenta dan untuk menurunkan angka kematian ibu.

                           DAFTAR PUSTAKA
WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal.    Of Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari: 
Prawirohardjo S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “Manual Plasenta”. YBP-SP : Jakarta
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidana”Retensio Plasenta”. YBP-SP : Jakarta
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan”Perdarahan Post Partum” Edisi 3. YBP-SP : Jakarta
Prawirohardjo S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”Perdarahan Pasca Persalinan”. YBP-SP: Jakarta